Kamis, 29 Desember 2011

PEDOMAN PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PROSES PEMANFAATAN RUANG




Penataan ruang merupakan suatu tahapan dari proses pengembangan wilayah yang
terdiri dari perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang. Dalam rangka
mewujudkan masyarakat makmur yang bertempat tinggal di ruang yang nyaman dan
lestari, penyelenggaraan pembangunan wilayah yang berbasis penataan ruang
merupakan suatu keharusan.        
Upaya tersebut akan efektif dan efisien apabila prosesnya dilakukan secara terpadu
dengan seluruh pelaku pembangunan (stakeholder) di wilayah setempat. Hal tersebut
sejalan dengan semangat yang tumbuh dalam era otonomi daerah yang
mengedepankan Pemerintah Pusat sebagai fasilitator dengan mendorong peningkatan
pelayanan publik dan pengembangan kreatifitas serta pelibatan masyarakat dan juga
aparatur pemerintahan di daerah. Dengan demikian kebiasaan ‘menginstruksikan’
masyarakat untuk berperan serta dalam pembangunan, khususnya dalam pemanfaatan
ruang, bisa dihindari bersama.
Pengelolaan sumberdaya alam yang beraneka ragam perlu dilakukan secara
terkoordinasi dan terpadu dengan sumberdaya lainnya dalam pola pembangunan yang
berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang yang humanopolis, yaitu tata ruang
yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan menciptakan lingkungan yang asri
berdasar wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Atas dasar hal tersebut maka
prinsip dasar yang diterapkan dalam pedoman ini adalah sebagai berikut:
(1) Menempatkan masyarakat sebagai pelaku yang sangat menentukan dalam proses
pemanfaatan ruang;
(2) Memposisikan pemerintah sebagai fasilitator dalam proses pemanfaatan ruang;
(3) Menghormati hak yang dimiliki masyarakat serta menghargai kearifan lokal dan
keberagaman sosial budayanya;
(4) Menjunjung tinggi keterbukaan dengan semangat tetap menegakkan etika;
(5) Memperhatikan perkembangan teknologi dan bersikap profesional.
Berdasar pertimbangan tersebut, maka Pedoman Pelibatan Masyarakat Dalam Proses
Pemanfaatan Ruang disusun oleh berbagai komponen, baik pemerintah Pusat, Daerah,
swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, Forum Warga maupun warga masyarakat
secara umum. Pedoman ini diharapkan mampu menjadi bagian pendorong dari
kelancaran pelaksanaan otonomi daerah, khususnya bagi peningkatan keterlibatan
masyarakat dalam pemanfaatan ruang demi terwujudnya ‘good governance’.
BAB II. MENGAPA HARUS ADA PELIBATAN MASYARAKAT
Sebagai pihak yang paling terkena akibat dari pemanfaatan ruang, masyarakat harus
dilindungi dari berbagai tekanan dan paksaan pembangunan yang dilegitimasi oleh
birokrasi yang sering tidak difahaminya. Untuk itu disusun suatu upaya guna
menempatkan masyarakat pada porsi yang seharusnya dengan antara lain menyusun
Pedoman Pelibatan Masyarakat Dalam Proses Pemanfaatan Ruang yang bertujuan:
(1) Menumbuh-kembangkan kesadaran atas hak dan kewajiban masyarakat dan
stakeholder lainnya dalam memanfaatkan ruang sesuai dengan rencana tata ruang
yang telah ditetapkan;
(2) Meningkatkan kesadaran kepada pelaku pembangunan lainnya bahwa masyarakat
bukanlah obyek pemanfaatan ruang, tetapi justru merekalah pelaku dan pemanfaat
utama yang seharusnya terlibat dari proses awal sampai akhir dalam memanfaatkan
ruang;
(3) Mendorong masyarakat dan  civil society organization  atau lembaga swadaya
masyarakat untuk lebih berperan dan terlibat dalam memanfaatkan ruang.
Ruang lingkup Pedoman mencakup ‘apa dan bagaimana’ kiprah masyarakat dan pelaku
pembangunan lainnya dalam setiap langkah kegiatan pemanfaatan ruang berikut yang
berpedoman pada dokumen Rencana Tata  Ruang, seperti RTRWN, RTRW Propinsi,
RTRW Kabupaten/Kota dan rencana rinci tata ruang kawasan di wilayah
Kabupaten/Kota, dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip diatas.
Langkah-langkah kegiatan dalam pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud di atas
meliputi :
(1) Adjustment (penyesuaian), yang mencakup kegiatan sosialisasi dan adaptasi
rencana tata ruang kepada warga masyarakat yang berada di wilayah yang akan
terkena dampak penerapan rencana tata ruang;
(2) Penyusunan program pemanfaatan, yang meliputi identifikasi dan pembuatan
program sesuai dengan tahapan waktu untuk merealisasikan rencana
peruntukannya seperti yang tertera pada rencana tata ruang;
(3) Pembiayaan Program, yang mencakup mobilisasi, prioritasi, dan alokasi pendanaan
yang diperlukan untuk pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peruntukannya;
(4) Proses perizinan, yang mencakup kegiatan mempersiapkan dan mengurus perizinan
untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan tahapan yang direncanakan;
(5) Pelaksanaan pembangunan, yang mencakup kegiatan membangun yang bisa terdiri
dari rangkaian kegiatan survei, investigasi, design, konstruksi, operasi dan
pemeliharaan.


Sumber : penataanruang.net

1 komentar: